Archive for November, 2012

PESANTREN SALAF DAN PERUBAHAN SOSIAL (Studi Kasus Pesantren Salaf Al Anwar Sarang Rembang)

November 23, 2012

 

  1. Latar Belakang

Zamakhsyari Dhofier dalam bukunya  Tradisi Pesantren menyebutkan bahwa pesantren (lembaga non istana) adalah isntitusi yang mengedepankan peran kyai, mempunyai peran yang besar dalam relasinya pembangunan kebudayaan Indonesia modern ke depan. Pendekatan studi yang digunakan adalah dari sudut continuity and change. Dia melihat pesantren ke depan terikat kuat dengan model Islam tradisional, akan tetapi dalam perjalanannya ada elemen-elemen lama yang diganti, diperbarui, elemen-elemen baru yang diakomodasi. Dalam prosesnya, peran kyai memegang peran vital dalam transmisi pesantren. Para kyai mampu berperan sebagai cultural broker yang jenius dalam meneruskan tradisionalisme Islam di satu sisi, dan disisi lain menyesuaikan tuntutan situasi dan kondisi.[1]

Saat ini pesantren menghadapi berbagai tantangan perubahan sosial, baik karena dampak  modernisasi oleh pembangunan Negara, maupun perubahan social yang terjadi karena pengaruh globalisasi. Salah satu isu utama dalam menghadapi globalisasi adalah tema identitas terkait dengan eksistensi kelompok-kelompok sosial tertentu. Castells  menyebutkan implikasi lain dari menguatnya globalisasi adalah munculnya kekuatan lain dari kesadaran manusia untuk menemukan kembali ‘self’ atau identitas mereka.[2] Dalam proses menemukan kembali konstruksi identitas baik terjadi pada individu atau kolektitifitas (termasuk institusi), tahap awal secara umum yang terjadi adalah proses penyesuaian dengan sesuatu yang di luar diri atau intitusi. Penyesuaian itu dapat berbentuk  penerimaan terhadap sesuatu yang datangnya dari luar ataupun sesuatu reaksi penyesuaian dalam bentuk  menolak sesuatu yang datangnya dari luar.

Mampukan pesantren salaf mempertahankan tradisinya atau pelan tetapi pasti akan tergerus juga dengan kekuatan perubahan dari luar baik yang dipengaruhi atas nama modernisasi lembaga pendidikan oleh negara atau pengaruh kuat globalisasi? Untuk mencermati bagaimana pesantren salaf mensikapi perubahan yang terjadi, penelitian ini ingin melihat bentuk kreasi dan reproduksi karakter identitas kelembagaan yang dilakukan oleh sebuah pesantren salaf, yaitu Pesantren Salaf  Al Anwar di Sarang Rembang Jawa Tengah.

 

  1. Rumusan Malasah

Permasalahan penelitian ini dirumuskan untuk mengetahui bagaimana bentuk evolusi yang terjadi pada  pesantren salaf terkait dengan perubahan social yang terjadi baik karena dampak  modernisasi oleh pembangunan Negara, maupun perubahan social yang terjadi karena pengaruh globalisasi. Adakah pergeseran sistem  dari pesantren salaf dari pola lama menuju perubahan system dalam pola baru yang merupakan kreasi dari beberapa perkembangan yang terjadi di sekitar pesantren salaf.

Hipotesa awal penelitian ini, dari konteks teori identitas Manuel Castel adalah pesantren salaf melakukan evolusi tertentu untuk menyempurnakan identitasnya dari perubahan yang terjadi. Pesantren salaf diduga melakukan segala cara untuk mempertahankan identitasnya di tengah perubahan yang terjadi, dengan cara memperjelas simbol-simbol yang berbeda sebagai bentuk perlawanan dari kekuatan dominan perubahan. Bernarkah demikian yang terjadi pada pesantren salaf sarang Rembang? Penelitian ini ingin menguji hipotesa awal tersebut.

 

  1. C.    Kerangka Teori
    1. a.        Pesantren Salaf

Pesantrer salaf, menurut Zamakhsyari Dhofier,  adalah lembaga pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik (salaf) sebagai inti pendidikan. Sedangkan sistem madrasah ditetapkan hanya untuk memudahkan sistem sorogan, yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Sistem pengajaran pesantren salaf memang lebih sering menerapkan model sorogan dan wetonan. Istilah weton berasal dari bahasa Jawa yang berarti waktu. Disebut demikian karena pengajian model ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang biasanya dilaksanakan setelah mengerjakan shalat fardhu.

Terkait dengan teori ini, penelitian ini ingin melihat bagaimana pesantren salaf mempertahankan tradisinya dari tantang perubahan sosial yang terjadi. Apakah pesantren ini mengakomodasi modernisasi lembaga pendidikan yang digagas oleh pemerintah (negara) atau dia mempertahankan tradisinya dengan mekanisme-mekanisme tertentu.

 

  1. Perubahan sosial

Ada empat teori besar perubahan sosial yang sering dipakai sebagai dalam ilmu-ilmu sosial: 1) teori evolusi. Teori ini berpendapat bahwa manusia dan masyarakat termasuk kebudayaannya akan mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan-tahapan tertentu dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks dan akhirnya sempurna.; 2) teori konflik. Teori ini menilai bahwa sesuatu yang konstan atau tetap adalah konflik sosial, bukan perubahan sosial. Karena perubahan hanyalah merupakan akibat dari adanya konflik tersebut. Karena konflik berlangsung terus-menerus, maka perubahan juga akan mengikutinya.; 3) teori Fungsionalis. Teori ini menjelaskan bahwa perubahan sosial tidak lepas dari hubungan antara unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat. Menurut teori ini, beberapa unsur kebudayaan bisa saja berubah dengan sangat cepat sementara unsur yang lainnya tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan unsur tersebut. Maka, yang terjadi adalah ketertinggalan unsur yang berubah secara perlahan tersebut. Ketertinggalan ini menyebabkan kesenjangan sosial atau cultural lag.  Para penganut Teori Fungsionalis lebih menerima perubahan sosial sebagai sesuatu yang konstan dan tidak memerlukan penjelasan.; 4) teori siklus. Teori ini mencoba melihat bahwa suatu perubahan sosial itu tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh siapapun dan oleh apapun. Karena dalam setiap masyarakat terdapat perputaran atau siklus yang harus diikutinya. Menurut teori ini kebangkitan dan kemunduran suatu kebudayaan atau kehidupan sosial merupakan hal yang wajar dan tidak dapat dihindari.

Untuk melihat perubahan yang terjadi, penelitian ini ingin melihat perkembangan lanjut dari pesantren salaf. Teori ini berkesusaian dengan teori evolusi yang menyebutkan bahwa kebudayaan manusia  akan mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan-tahapan tertentu dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks dan akhirnya sempurna.

Selanjutnya sebagai titik awal melihat perkembangan yang terjadi pada pesantren salaf, penulis merasa perlu mengutip teori Castells tentang bentuk-bentuk identiras sebuah institusi dalam menghadapi globalisasi. Castells menyebutkan ada tiga teori tentang identitas. Pertama, legitimazing identity, yaitu penguatan identitas yang dilakukan oleh institusi dominan untuk merasionalisasikan dominasi mereka berhadapan dengan kekuatan sosial lain; Kedua, resistansi identitas, yaitu penguatan identitas yang dilakukan oleh kekuatan sosial yang lemah sebagai bentuk usaha mencari pembeda dari (differ from) dan bentuk perlawanan (oppose to) dari kekuatan dominan; Ketiga, proyek identitas, yaitu penguatan identitas dengan merumuskan identitas baru bagi kelompok tertentu untuk menjelaskan posisi mereka dan mengusahakan transformasi ke struktur sosial.[3]

 

 

 

 

C.  Metode Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian kali ini jenisnya  termasuk penelitian kualitatif, , yaitu penelitian untuk mengungkap suatu makna atau pengertian tertentu. Pendekatan yang dilakukan adalah penelitian kasus, dengan mengambil kasus pada pesantren Salaf Al Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah.

Dalam membaca pesantren salaf ini penulis menggunakan salah satu pendekatan Burawoy  dalam membaca permasalahan dalam konteks perubahan social dan atau globalisasi, yaitu positioning pesantren salaf diantara kekuatan-kekuatan yang melingkupinya.[4]  Menindaklanjuti teori Burawoy, dalam memetakan kekuatan-kekuatan yang ada di sekitar pesantren salaf, peneliti menggunakan teori Donald Horton yang menyebutkan adanya empat kekuatan yang saling mempengaruhi terhadap keberadaan lembaga pendidikan, dalam kasus penelitian ini nantinya akan kita gunakan untuk melihat fenomena pesantren salaf, dari sisi : 1) sistem lembaga pendidikan itu sendiri; 2) masyarakat local; 3) pemerintah; 4) dunia pendidikan.[5]

Pengumpulan data penelitian di lapangan meliputi dua langkah, yaitu pertama, wawancara mendalam. Kedua, pengamatan terlibat. Analisa dilakukan dengan tehnik prosesual, di mana peneliti mencoba menganalisis secara mengalir mengikuti tema, konteks dan ketersediaan data yang mendukung. Penulisan ini bermaksud melukiskan atau menggambarkan keadaan subyek penelitian berdasarkan data yang telah didapatkan. Sifat data yang digali lebih mengarah pada konsep emik, yakni membaca makna berdasarkan ukuran nilai  masyarakat yang sedang diteliti.[6] Walaupun tidak dipungkiri dalam eksplanasi laporan ini penulis akui lebih bernuansa etik, mengingat dalam membaca kasus dalam konteks global menurut Marcus analisis cenderung berwarna etik.[7]

Analisa dilakukan dengan gaya prosesualisme yang menekankan pada aspek bagaimana seseorang atau orang-orang mengkonstruksi makna. Prosesualisme dimulai dari yang partikular dan melacak bentuk relasi yang melampaui waktu dan bentuk-bentuk variasi mereka.[8]

 

D. Temuan Penelitian

  1. 1.        Deskripsi  Pesantren Salaf Al Anwar

Pesantren Salaf An Anwar Rembang terletak di Pinggir jalan Pantura (Jakarta-Surabaya), tepatnya di Desa Karangmangu, Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Pesantren Al Anwar berdiri. Perjalanan dari Kota Semarang (Ibukota Provinsi Jawa Tengah) ke Karangmangu dengan kendaraan darat kurang lebih 4 jam.  Karangmangu dimana PP. Al-Anwar berada adalah sebuah desa di tepi utara Jawa Tengah bagian timur daerah yang berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur. Karangmangu Semula bernama Karangkembang.

Desa Sarang, Rembang adalah sebuah dusun di mana di sana terdapat tujuh pesantren.[9] Uniknya semua pesantren yang ada di kampung itu adalah pesantren salaf. Pesantren salaf menjadi pilihan model pengembangan tafaquh fid din di pesantren di Karangmangu Sarang Rembang. Ketujuh pesantren yang ada sepakat dengan model pengembangan pesantren ala pesantren salaf. Tradisi pembelajaran salaf dimulai dengan Madrasah Ghozaliah Asy-Syafiiyah (MGS).[10] Madrasah ini dihidupkan kembali pada tahun 1950. Sebelumnya, madrasah yang ada di sana adalah Madrasah al wathon yang berdiri pada tahun 1927 oleh KH Zubair.[11]

Melihat besarnya animo dari para santri yang berkeinginan nyantri di Pesantren Al Anwar dan keinginan berkhidmat kepada beliau KH Maimoen Zubair, maka dengan bangunan seadanya musholla tersebut dijadikan sebagai pondok. Bangunan sederhana tersebut mereka gunakan untuk menginap sekaligus untuk lebih focus dalam mengaji dan khidmat kepada syaikhina KH. Maimoen Zubair. Oleh mereka sendiri pondok yang diasuh putra KH. Zubair ini diberi nama POHAMA merupakan kependekan dari  Pondok Haji Maimoen. Kemudian selang beberapa tahun untuk mengenang abah beliau KH. Zubair Dahlan yang sebelum menunaikan ibadah haji bernama KH. Anwar  POHAMA dirubah namanya menjadi Pondok Al-Anwar.

Perkembangan pesantren yang diasuh tokoh ulama’ yang sangat antipati terhadap  penggunaan istilah Kitab salaf dengan nama kitab kuning (karena dinilai merupakan suatu penghinaan  terhadap kitab salaf) ini, sangat signifikan, grafik menunjukkan pada tahun ini saja (Tahun 2010) Jumlah santri Al-Anwar mencapai lebih dari 2000 Santri. Yang tersebar dari berbagai penjuru daerah di Indonesia, baik  Jawa maupun luar jawa seperti Kalimantan Sulawesi Lampung bahkan Papua. Dan juga dari berbagai latar belakang pendidikan mulai dari SD/MI, SLTP, SLTP sampai Sarjana.

Pada perkembangannya PP. Al-Anwar terbagi menjadi dua Yaitu PP. Al-Anwar I yang dikhususkan bagi santri yang ingin mendalami ilmu-ilmu agama secara murni dan PP. Al-Anwar II sebagai wadah bagi santri-santri yang ingin mempelajari sains dan tehnologi tanpa meninggalkan pesantren sebagai wahana untuk mendalami ilmu agama. Letaknyapun terpisah, PP. Al-Anwar I terletak di desa Karangmangu Sarang Rembang sedang  PP.  Al-Anwar II  ini  terletak di Dusun kalipang Gondanrejo Sarang Rembang Kurang lebih 3 km dari desa Karangmangu kearah barat.

 

  1. 2.        Relasi Kekuatan di Sekitar Pesantren Salaf Al Anwar
  2. a.        Masyarakat Lokal

Konon dahulu, kondisi masyarakat Sarang berada dalam kondisi tatanan jahili, karena mayoritas penduduknya adalah kaum paganis serta penganut animisme dan dinamisme. Sementara kondisi ekonominya berada dalam strata yang sangat memprihatinkan, karena pada masa itu ekonomi masyarakatnya hanya bertumpu pada sektor pertanian dan nelayan yang masih menggunakan alat-alat konvensional dan manual, belum ada yang berniaga seperti yang kita lihat sekarang. Pada saat itulah terjadi eksodus besar-besaran orang-orang keturunan madura dari Sedayu Gresik Jawa Timur ke Sarang, karena dikejar-kejar oleh Belanda sebab mereka menolak untuk bekerja sama dengan kaum imprealis salibis tersebut yang mana eksodus tersebut membawa dampak positif bagi perkembangan ekonomi masyarakat Sarang. Hingga kini mayoritas penduduk Sarang adalah campuran etnis Madura Jawa.

Desa yang penduduknya dulu adalah hasil asimilasi antara suku jawa dan Madura ini merasa sangat beruntung dengan kehadiran PP. Al-Anwar, keseharian mereka yang menuntut untuk bekerja keras yang menimbulkan  kerasnya watak mereka dapat diimbangi dengan pengajian dan kegiatan positif  lain yang diselenggarakan PP. Al-Anwar, sehingga hal ini mampu menjadi pengontrol bagi mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Seperti kebanyakan daerah lain, keadaan sosial di karangmangu mayoritas adalah nelayan dikarenakan  tata letak daerah yang berada dipesisir pantai,  meskipun masih banyak penduduk yang bermata pencarian sebagai petani  dan pedagang. Setiap harinya masyarakat pergi ke laut untuk mencari ikan baik menggunakan peralatan tradisional maupun yang lebih maju.

Berawal dari sebidang tanah yang dimiliki syaikhina KH. Maimoen Zubair  dan hasil pembelian tanah milik tetangga, juga termotivasi akan akan kondisi masyarakat sekitar  pada saat itu yang belum rutin mengerjakan sholat 5 waktu serta minimnya kemampuan mereka dalam membaca Al Qur’an, maka pada tahun 1967 KH Maimun    membangun Mushola yang nantinya menjadi cikal bakal Pesantren Al Anwar. Sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1977 M. Kyai Maimoen bersama istri beliau  Nyai Hj. Mastiah merintis berdirinya Pondok Pesantren Putri Al-Anwar  dengan membangun Musholla dibelakang rumah yang semula berdindingkan Anyaman bambu.

Lambat laun laun masyarakat menunjukkan perubahan, mereka mulai suka pergi ke musholla untuk mengikuti segala kegiatan yang dilaksanakan disana, mulai dari sholat jama’ah hingga Dzibaiyyah yang dilakukan setiap malam jum’ah dan juga banyak anak-anak mereka yang mulai menetap di Musholla.

 

  1. b.       Kebijakan Pendidikan (Pemerintah)

Pendidikan pesantren merupakan bagian dari pendidikan Islam yang merupakan subsistem dalam sistem pendidikan nasional yang diatur melalui UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 47 Tahun 2008  tentang Wajib Belajar. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan pendidikan yang memuat substansi dan pendekatan nilai-nilai agama adalah pendidikan umum dengan kekhasan Islam, pendidikan agama dan pendidikan keagamaan (pasal 12, 17, dan 30). Oleh karena itu, istilah Pendidikan Islam yang dipergunakan merujuk kepada (i) madrasah dan perguruan tinggi Islam sebagai lembaga pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam, (ii) pendidikan agama Islam pada satuan pendidikan, dan (iii) pendidikan keagamaan Islam.

Pendidikan Islam diselenggarakan untuk: (a) memenuhi tugas negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua, wali, dan lembaga sosial dalam melindungi hak-hak anak untuk memeluk ajaran agamanya meliputi pembinaan, pembangunan, dan pengamalan ajaran agama, serta (b) memberikan layanan pendidikan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan  bangsa.[12]

Sikap dan kebijakan pemerintah, dalam kementerian agama, cendering memandang atau menganggap bahwa pesantren (termasuk pesantren salaf) adalah lembaga pendidikan yang perlu dimodernisir. Salah satu gagasan modernisasi yang dilakukan negara adalah keinginan pemerintah untuk membekali santri dengan kecakapan ketrampilan (lifeskills) tertentu. Gagasan lain adalah pemikiran perlu regulasi dan standarisasi lembaga pendidikan pesantren, termasuk standarisasi  kurikulum pesantren salaf.

 

  1. c.         Sistem Pendidikan Yang Dikembangkan    

Pesantren Salaf Al Anwar Rembang mensikapi regulasi dan inisasi kekuatan perubah seperti negara terkait dengan usaha pembinaan pesantren bersikap selektif. Seandainya pesantren menerima perbantuan atau regulasi, maka yang dilakukan adalah menerima secara hati-hati sejauh perubahan yang terjadi tidak merusak tradisi salaf yang menjadi pilihan lembaga pendidikan keagamaan ini. Salah satu contoh penerimaan itu adalah kehadiran usaha melakukan penyetaraan (mu’adalah) terhadap santri setingkat Madrasah Aliyah. Sistem mu’adalah dianggap kompromi yang baik dan tidak merusak sendi-sendi tradisi salaf. Demikian juga gagasan kementerian agama berupa ma’had Aly, konsep ini diterima oleh Pesantren Salaf An Anwar Rembang, dengan tetap dalam koridor tradisi salaf.

Pesantren Salaf Al Anwar adalah pesantren yang semula dibangun dengan meniru pesantren Salaf di Tebuireng Jombang Jawa Timur. Sekalipun saat ini, pesantren Tebuireng sudah tidak lagi murni salaf, namun madrasah dan pesantren di Sarang sampai saat ini bertahan menjadi pesantren salaf. Alasan kenapa pesantren di Sarang bertahan dengan tradisi Salaf adalah keprihatinan bahwa lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang benar-benar merujuk pada kitab-kitab klasik jumlahnya hanya sedikit, dan hal itu hanya terjaga sepenuhnya di pesantren dengan tradisi salaf.

Visi Pesantren Al Anwar: 1) Mewujudkan pesantren  yang mampu menghasilkan lulusan yang mampu memahami dan mendalami ilmu agama, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta insan yang berbudi pekerti luhur dan berahlakul karimah; 2) Memantapkan iman dan taqwa serta mengembangkan ilmu pengetahuan agama untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat berdasarkan Al-Qur’an dan Assunnah.

Misi Pesantren Al Anwar: 1) Beriman dan bertaqwa, berprestasi serta berakhlakul karimah; 2) Mengarahkan dan mengantarkan umat memenuhi fitrahnya sebagi khoiru ummah yang dapat memerankan kepeloporan kemajuan dan perubahan social, sehingga tercipta negera Indonesia yang Baldatun Toyyibatun wa Robbun Ghafur.

Sistim pendidikan yang diterapkan dipesantren Al-Anwar adalah sistim salafiyah dimana para santri diwajibkan mengikuti pengajian Masyayeh atau ustadz baik dengan pendekatan sistem bandongan maupun sorogan. Santri diharuskan  untuk mengikuti salah satu bentuk pendidikan berikut:

 

 

 

Matrik. 1

Jenis-jenis Institusi Pendidikan Pesantren

di Desa Sarang, Rembang

 

NO JENIS PENDIDIKAN JENJANG PENDIDIKAN SASARAN PENDIDIKAN
1. Muhadhoroh I’dadiyah, Tsanawiyah, Aliyah Santri PP Al Anwar
2. Ma’had Aly   Untuk Santri  PP Al Anwar

 

3. Madrasah Ghozaliyah Syafiiyah (MGS) Ibtidaiyah, Tsanawiyah,

Aliyah, Ma’had Ali

 

Santri-santri dari semua pesantren di Karangmangu, Sarang
4. Pendidikan Formal Madrasah Al Anwar II Raudhotul Athfal

Madrasah Ibtidaiyah

Madrasah Tsanawiyah

Madrasah Aliyah

Untuk Masyarakat luar Pesantren

 

1)        Muhadloroh;

Kegiatan ini melembaga menjadi lembaga muhadloroh, yang  aktifitasnya dimulai  sejak tahun 1984. Lembaga ini memiliki jenjang pendidikan 7 tahun yang terdiri dari: 1 tahun I’dadiyyah; 3 Tahun tingkat Tsanawiyyah; 3 tahun tingkat Aliyah. Lembaga ini diselenggarakan pada pagi hari mulai jam 08.00-12.00 WIB. Adapun kirikulum yang dipakai lembaga muhadhoroh merupakan kurikulum sendiri dan telah mu’adalah dengan universitas Al Azhar Mesir.

Lembaga muhadloroh ini diikuti oleh santri PP. Al-Anwar yang berasal dari beberapa penjuru daerah di Indonesia  baik dari jawa maupun luar jawa semisal Kalimantan, lampung, sulawesi,  bahkan Papua. Berikut data santri PP. Al-Anwar  :

 

Matrik 2

 Perkembangan Santri PP. Al-Anwar 1

 

  2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Santri Putra 1.731 1.714 1.894 1738 1.718 1.705 1.796 1.819
Santri Putri 480 405 411 373 375 403 415 432
Santri Putri Tahfid 23 27 38 51 62 63 65 64
Jumlah 2.233 2.146 2.343 2.162 2.145 2.171 2.276 2.315

 

 

2) Ma’had Aly

Lembaga pendidikan ini mempunyai masa studi dua tahun. Lembaga ini merupakan jenjang lanjutan bagi santri lulusan tingkat Aliyah. Sebagian besar kitab yang dikaji merupakan kitab-kitab ‘ashry (kontemporer) sebagai  pelengkap wawasan pengetahuan santri. Jenjang pendidikan di lembaga ini adalah dua tahun. Adapun kegiatan  pembelajaran dilakukan pada malam hari.

Ma’had Aly merupakan gagasan kementerian agama yang diterima oleh Pesantren Salaf An Anwar Rembang. Sesuatu konsep yang baru diterima selama masih searah dengan tradisi salaf.

 

 

 

3) Madrasah Ghozaliyyah Syafiiyah,

Lembaga Pendidikan ini merupakan lembaga milik bersama antar pondok pesantren di Sarang termasuk di dalamnya PP. Al-Anwar. MGS adalah Madrasah yang independen (berdiri sendiri) tidak bernaung dibawah Departemen Agama atau lembaga lain. Dengan demikian Madrasah menentukan arahnya sendiri dengan ciri khas kesalafannya, menggunakan sistem pendidikan masuk sekolah setiap hari kecuali hari Jum’at, memakai kopyah, berpaju panjang, bersarung dan bersandal. Tahun ajaran dimulai pada bulan Syawwal sampai bulan Sya’ban, pada setiap tahun ajaran libur pada bulan R. Awwal.

Siswa MGS mayoritas dari Pondok Pesantren Sarang sendiri (yang berjumlah 7 pesantren) yang datang dari berbagai daerah tidak hanya dari pulau Jawa saja, bahkan banyak juga dari luar jawa, dan masyarakat daerah Sarang dan sekitarnya. Ada yang lulusan dari pondok pesantren lain dan ada yang memang langsung masuk ke MGS, bahkan ada juga sarjana-sarjana yang ingin menempuh pendidikan agamanya di MGS. Sampai pada tahun 2008 ini siswa MGS tercatat 1.700 siswa dengan penambahan maupun penurunan pada tiap tahunnya. Berikut data siswa MGS lima tahun terakhir :

 

Matrik 3

Perkembangan Santri Madrasah Ghozaliyah Syafiiyah (MGS)

 

Th. Ajaran Tingkat Jumlah
Ibtida’ Tsanawi Aliyah
1423-24 H.

2002-03 M.

1.160 969 636 2.765
1424-25 H.

2003-04 M.

1.000 1.015 676 2.691
1425-26 H.

2004-05 M.

898 963 669 2.530
1426-27 H.

2005-06 M.

788 879 615 2.282
1427-28 H.

2006-07 M.

727 805 626 2.158
1428-29 H.

2007-08 M.

605 728 635 1.968
1429-30 H.

2008-09 H.

552 650 551 1.853

 

 

4) Pendidikan Formal Madrasah Al Anwar II.

Demikian juga ketika menanggapi tuntutan jaman yang sangat menuntut kesiapan dalam segala hal, Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang yang notabenenya sebagai suatu lembaga Non Formal yang secara tegas mempertahankan Nilai-Nilai Salaf, ini dalam beberapa aspek juga berusaha mengakomodasi tuntutan modernitas tertentu. Seperti usaha untuk menelurkan generasi yang juga dapat dibanggakan dalam bidang formal dengan tetap menjadikan pelajaran Salaf sebagai pondasi pembentukan akhlaq. Usaha ini dilakukan dengan mendirikan suatu badan lembaga pendidikan formal dibawah naungan LP Ma’arif NU setingkat SD-SLTP-SLTA dengan nama MI, MTs dan MA Al-Anwar. Hanya saja, untuk sedikit membedakan dengan tradisi salaf yang sudah menjadi komitmen pesantren-pesantren di lingkungan desa Sarang, maka pembukaan pendidikan formal yang berada di bawah payung hukum Pesantren salaf Al Anwar didirikan di luar desa Sarang, tepatnya di sebelah Barat desa Sarang.

Tujuan yang mendasar dari didirikannya MI, MTs dan MA AL-ANWAR tersebut tidak hanya untuk mempelajari ilmu-ilmu umum saja tapi juga dikemas rapi dengan memasukkan pelajaran salaf guna memberikan bekal para muridnya untuk memperoleh keseimbangan antara Imtaq dan Iptek, sehingga pada akhirnya tujuan akhir kebahagian dunia akhirat dapat dicapai.

Pendirian lembaga pendidikan formal yang diletakkan di luar dusun Sarang, tepatnya di sebelah barat (luar) dusun Sarang, dimaksudkan untuk menjaga agar tradisi salaf tetap bertahan di dalam dusun. Keberadaan madrasah ini lebih ditujukan untuk memberi pilihan bagi masyarakat luar dalam mengkaji ilmu Islam di Sarang Rembang. Belajar Islam di Sarang Rembang bisa dilakukan dengan mengikuti sistem pesantren salaf, bisa juga dengan mengikuti pendidikan modern yang disediakan di sekitar desa Sarang.

 

Matrik 4.

Siswa-siswi Madrasah Formal PP. Al-Anwar 2 tahun 2009

 

  Tahun 2009 Keterangan
MI. Al-Anwar 30 Kelas I-II
MTs. Al-Anwar 346 Kelas VII-Kelas IX
MA. Al-Anwar 243 Kelas X- XII
Jumlah 619  

 

 

5) Kegiatan-kegiatan Pendukung Pendidikan

Di luar jalur pendidikan utama (Muhadoroh, Ma’had Aly, MGS dan Pendidikan formal), santri di pesantren salaf Sarang Rembang juga disedikan beberapa kegiatan pendidikan pendukung  : 1) pengajian formal pesantren, 2) pengajian non formal, 3) kegiatan non formal, dan 4) kegiatan lain-lain.   Santri dipersilahkan memilih sesuai dengan keinginan dan kemampuan santri.

 

Matrik 5.

Jenis-Jenis Kegiatan Pendukung Kependidikan

Pesantren Al Anwar, Sarang

 

JENIS KEGIATAN

 

BENTUK
  1. Pengajian Formal
a)   Pengajian Salafi
b)   Mudhakaroh
c)    Jam Belajar
d)  Taqrorul Mahfudhot
e)   Balagh Ramadhan
f)     Diba’, Al-Barzanji dan Burdah
g)   Khitobiyah
h)   Pengajian Al Quran
i)     Pembacaan Yasin Fadhilah Bersama
  1. Pengajian Non Formal
a)    Pengajian Mingguan
b)   Pengajian Bulanan
  1. Kegiatan non formal
Pengiriman santri sebaga tenaga pengajar di berbagai daerah di nusantara
  1. Kegiatan lain-lain
a)   Pelatihan Jam’iyyah Hadlroh rebana dan marawis

b)   Pelatihan Marching Band PP. Al-Anwar

 

 

  1. E.       Pembahasan: Positioning Pesantren Salaf  Al Anwar

Diantara beberapa kekuatan yang melingkupinya: masyarakat lokal, sistem pendidikan nasional dan pasar bebas, Pesantren salaf Al Anwar Sarang Rembang justru memilih konsisten dalam tradisi salaf.[13] Sejarah tradisi pembelajaran salaf tidak hanya dilakukan oleh pesantren al Anwar, tetapi oleh ketujuh pesantren yang ada di desa Sarang Rembang. Tradisi itu dimulai dengan keberadaan Madrasah Ghozaliah Asy-Syafiiyah (MGS). Madrasah ini dihidupkan kembali pada tahun 1950. Sebelumnya, madrasah yang ada di sana adalah Madrasah al wathon yang berdiri pada tahun 1927 oleh KH Zubair. Kiblat madrasah al wathon model salaf di Sarang pada awalnya merujuk pada madrasah Salaf di Tebuireng Jombang Jawa Timur. Sekalipun saat ini, pesantren Tebuireng sudah tidak lagi murni salaf, namun madrasah dan pesantren di Sarang sampai saat ini bertahan menjadi pesantren salaf. Alasan kenapa pesantren di Sarang bertahan dengan tradisi Salaf adalah keprihatinan bahwa lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang benar-benar merujuk pada kitab-kitab klasik jumlahnya hanya sedikit, dan hal itu hanya terjaga sepenuhnya di pesantren dengan tradisi salaf.

Semula dalam menghadapi perubahan sosial yang kompleks, peneliti berhipotesa bahwa segala bentuk yang dilakukan pesantren salaf  saat ini adalah sebuah bentuk resistensi identitas. Namun dalam perkembangannya, peneliti melihat bahwa apa yang dilakukan di pesantren salaf tidak sepenuhnya sebuah politik resistensi,  apalagi ditunjukkan dengan berbagai usaha pengembangan yang dilakukan oleh Pesantren Al Anwar Rembang dapat dimasukkan dalam teori Castells masuk dalam kategori identitas yang direncanakan (project identity). Ini terlihat dari berbagai inovasi yang dilakukan dari fenomena berikut:

 

  1. Pengembangan Sistem Pembelajaran

Dalam mengembangkan system pembelajaran di pesantren salaf, Selain pengajian kutubussalaf, kegiatan pendalaman keilmuan juga dilakukan melalui kegiatan mudzakaroh. Kegiatan Mudzakaroh merupakan suatu bentuk pembahasan secara mendalam pada kitab yang dikaji, juga penerapannya pada permasalahan-permasalahan yang ada. Dan juga masih banyak lagi kegiatan yang lain. Merupakan diskusi yang dilakukan para santri  Al-Anwar dalam memahami dan mendalami suatu kitab dan pembahasan permasalahan yang ada. Di PP. Al-Anwar Kegiatan ini tebagi menjadi : Mudzakaroh harian, Mudzakaroh Mingguan, Mudzakaroh bulanan dan mudzakaroh tahunan.

Mudzakaroh Harian,  Meliputi : Mudzakaroh Fathul Qorib; Mudzakaroh Fathul Muin; Mudzakaroh Mahalli; Mudzakaroh Mingguan, Meliputi : Mudzakaroh Usul Fiqh; Mudzakaroh Bulanan. Di PP. Al-Anwar ini dikenal dengan Bahtsu Mauqufah dilakukan dua kali dalam setiap bulannya, meliputi pembahasan masalah-masalah terkini dipandang presfektif fiqh dan bahstu manhaji yaitu pembahasan tentang bagaimana ulama’ menggali suatu hukum yang bersumber dari Al qur’an, Al hadist serta sumber hokum yang lain; Mudzakaroh Tahunan. Nadwah Fiqhiyyah ‘anil qodloya as syar’iyyah adalah agenda tetap yang diselenggarakan PP. Al-Anwar setiap tahunnya dalam rangka menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW dan Milad PP. Al-Anwar dan juga untuk mempererat ukhuwah sesama pondok pesantren. Kegiatan ini diselenggarakan dengan mendatangkan delegasi dari berbagai pondok pesantren yang ada di Jawa tengah dan Jawa Timur

 

2.  Pengembangan Jaringan Pesantren Salaf

Sekalipun tidak ada forum khusus yang mempertemukan antar pesantren salaf, namun keberadaan pesantren salaf satu sama lain saling menguatkan dalam bentuk silaturahmi informal diantara mereka, serta kreatifitas yang saling melengkapi dalam menyusun kurikulum pesantern salaf.  Saat ini menurut KH Maimun ada beberapa pesantren besar yang bertahan dengan tradisi pesantren Salaf, seperti pesantren Sarang, pesantren Lirboyo, Pesantren Sidogiri, Pesantren Ploso, Pesantren Tegalrejo, Pesantren Kaliwungu, Pesantren Kempek, Pesantren Kuningan.

Dalam rangka memajukan kemampuan keilmuan santri, Pesantren Alwar sering mengadakan kegiatan semacam Bastul Masail, dengan istilah Mauqufah. Kegiatan mauqufah ini dilakukan hampir sebulan sekali. Berlaku untuk masing-masing jenjang/ tingkatan muhadhoroh.

Di samping itu pesantren Al Anwar sering mengutus dan mendatangi undang kegiatan Bast’ul masail di pesantren-pesantren lain. Penulis mencatat ada sekitar 17 pesantren di Jawa tengah dan Jawa Timur yang menjadi langganan rutin pengiriman peserta bast’ul masail. Ketujuhbelas forum bast’ul masail itu meliputi:

 

Matrik 6

Daftar Jaringan  Bahtsul Masa’il Pesantren Salaf[14]

 

No Nama Lembaga Alamat
Nu Cabang Lasem Lasem Rembang
PP. Fadhlul Wahid Ngangkruk Ngaringan Grobogan
PP. Langitan Widang Tuban
PP. Darut Tauhid Al-Hasani Senori Tuban
PP. Darut Tauhid Al-Alawi Senori Tuban
PP. Sidogiri Sidogiri Kraton Pasuruan
PP. Roudlotut Tholibin Tanggir Singgahan Tuban
PP. Al Falah Ploso Mojo Kediri
PP. Ihyaul Ulum Babat Lamongan
PP. Mahir Arriyadl Ringinagung Kediri
PP.  Assunniyah Kencong Jember
PP. Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo Kediri
PP. Mus Karangmangu Sarang Rembang
PP. Nurul Kholil Bangkalan Madura
FMPP (Forum Musyawarah Pon Pes) Se Jawa Madura Di PP. Lirboyo Kediri
PP. Al Khozini Buduran Sidoarjo
PP. Mambaul Ulum Pakis Pati
PP. Matholi’ul Falah Kajen Margomulyo Pati
FKIBM Plumpang Tuban
PP. Asma’ul Husna Kedungwuni Pekalongan

 

 

3. Pengembangan Otoriasi Keilmuan

Salah satu mekanisme untuk menguatkan pesantren salaf, dalam pengamatan peneliti adalah adanya usaha membangun kesinambungan keilmuan Islam dengan ulama dari negeri pusat Islam, Saudi Arabia. Pesantren salaf Al Anwar rembang menjaga hubungan baik dengan murid-murid Sayyid Ahmad bin Muhammad al Maliky. Ulama Arab Saudi ini dianggap sebagai simpul ulama berpaham ahlusunnah wal Jamah yang berada di negeri Arab.  Pada tahun 1995  KH. M. Najih Maimoen putra KH. Maimoen Zubair yang juga alumni dari pesantren Abuya Sayyid Muhammad Alawy Makkah Al Mukarromah merintis dibangunnya khos Darussohihain dibawah pengawasan Abuya Sayyid Muhammad Alawy Al Maliky.

Pesantren Sarang setiap tahun mengikuti acara pertemuan para siswa Sayyid Ahmad bin Muhammad al Maliki. Jauh di Saudi Arabia sana, sejak zaman KH Hasyim Asy’ari telah ada rumah ilmu atau ulama yang merupakan tempat belajar kyai-kyai dari tanah Jawa. KH Hasyim Asy’ari belajar ke Sayyid Abbas. Tradisi itu turun menurun hingga sayyid Ahmad bin Ahmad al Maliky saat ini. Berikut silsilah sayyid Ahmad bin Muhammad Al Maliki:

 

Skema 1

Silsilah Ulama Sunni Di Saudi Arabia

Yang Menjadi Kiblat Ulama Sunni di Indonesia[15]

 

 

Sayyid Abbas

(Guru dari KH Hasyim Al Asyari)

 

 

 

Sayyid Alawi

 

 

 

Sayyid Muhammad

 

 

 

Sayyid Ahmad bin Muhammad

 

 

Untuk menjaga silaturahmi para murid Sayyid Ahmad bin Muhammad di wilayah Indonesia dan sekitarnya, maka mereka mempunyai forum silaturahmi para murid. Kegiatan ini dilaksanakan setiap tahun sekali pada bulan Shafar, di hari Rabu terakhir. Anggota dari forum ini terdiri dari para ulama yang berasal dari Singapura, Tailand Selatan dan Malaysia. Mereka memiliki secretariat bersama di Malang.

Para anggota forum silaturohmi ini terdiri dari berbagai murid yang tinggal di beberapa daerah di jawa seperti Sarang sendiri, Mertoyudan Jepara, Semarang, langitan, Purworejo, Genggong, Pujon Malang, Sayyid Bagir (Pekalongan), Al Himah (Benda Bumiayu).

 

  1. F.        Penutup

Pesantren Salaf Al Anwar Rembang dalam mensikapi regulasi dan inisasi kekuatan perubah seperti negara terkait dengan usaha pembinaan pesantren, demikian juga terhadap godaan perubahan yang diakibatkan globalisasi informasi, bersikap selektif. Seandainya pesantren menerima perbantuan atau regulasi negara atau mengakomodasi pengaruh globalisasi tingkat tertentu, maka yang dilakukan adalah menerima secara hati-hati sejauh perubahan yang terjadi tidak merusak tradisi salaf yang menjadi pilihan lembaga pendidikan keagamaan ini. Salah satu contoh penerimaan itu adalah kehadiran usaha melakukan penyetaraan (mu’adalah) terhadap santri setingkat Madrasah Aliyah. Sistem mu’adalah dianggap kompromi yang baik dan tidak merusak sendi-sendi tradisi salaf. Demikian juga gagasan kementerian agama berupa ma’had Aly, konsep ini diterima oleh Pesantren Salaf An Anwar Rembang, dengan tetap dalam koridor tradisi salaf.

Dari penelitian ini, peneliti mempunyai beberapa benang merah  kesimpulan yaitu: 1) secara praktis, pesantren salaf dalam menghadapi berbagai tantangan perubahan sosial yang terjadi, termasuk globalisasi, melakukan berbagai usaha pengembangan kegiatan untuk menyempurnaan sistem pembelajaran yang masih dalam konteks tradisi salaf; 2) secara teoritik, dari sudut pandang teori identitas, apa yang dilakukan oleh pesantren salaf tidak semata-mata melakukan resistensi dalam politik identitas, namun dari berbagai terobosan yang dilakukan pesantren salaf Al Anwar Rembang dapat dikategorikan politik identitas menuju identitas yang disempurnakan (project identity), yaitu  sebuah bentuk kreatifitas  untuk mewujudkan identitas tertentu.

Tulisan ini merekomendasikan bahwa pesantren salaf, sebagai salah satu tradisi pengembangan pendidikan, karena beberapa bentuk kreatifitas dan kemampuannya menjadi salah satu model pendidikan keagamaan,  perlu didukung dan difasilitasi untuk semakin sempurnanya salah satu bentuk model  pendidikan keagamaan yang mereproduksi identitas dalam level tertentu. Karena itu usaha regulasi atau standarisasi hendaknya dilakukan satu arah dari versi negara kepada lembaga tersebut, namun akan lebih baik kalau disesuikan atau mengikuti gaya yang berkembang dan digagas oleh pesantren yang bersangkutan. Semoga bermanfaat.

 

 

 

Daftar Pustaka

 

Borofsky, Robert. 1994. Assesing Cultural Anthropology, McGraw-Hill

Burawoy, Michael, et al., 2000       Global Ethnography: Forces, Connections and Imaginations in a Postmodern World, California: University of California Press.

Castells, Manuel. 2000        “Globalization and Identity in the Network Society: A Rejoinder to Calhoun, Lyon, and Touraine” in The Information Age: Economy, Society, culture

Dhofier, Zamakhsyari. 1980. Tradisi Pesantren, LP3ES.

Horton, Donald, 1971. “The Interplay of Forces in the Development of a Small School System” dalam Anthropological Perspectives on Education (edit by Murray Wax et al.), New York: Basic Books, Inc, Publisher.

Marcus, George. 1998. Etnography Throught Thick and Thin, Prencenton, NJ: Pricenton University Press.

Mudzhar, Atho’. 2003          Identity, Religion, Ethnicity, Democracy, and Citizenship. Jakarta: Religious, Research and Development, and Training.

Pelto, P. J. dan Gretel H. Pelto. 1978. Anthropological Research. Cambridge: Cambridge University Press.

 


[1] Lihat Zamakhsyari Dhofier, 1980. Tradisi Pesantren, LP3ES.

 

[2] Castells, Manuel. 2000. “Globalization and Identity in the Network Society: A Rejoinder to Calhoun, Lyon, and Touraine” in The Information Age: Economy, Society, culture. h. 8.

[3] Ibid.

[4] Burawoy berpandangan, dalam melihat suatu permasalahan dalam konteks globalisasi perlu memperhatikan: 1) kekuatan-kekuatan; 2) mengeksplorasi koneksi-koneksi antar situs; 3) membuka dan menyeleksi imaginasi-imaginasi dari kehidupan keseharian. Kekuatan-kekuatan, koneksi-koneksi, dan imaginasi-imaginasi menjadi tiga komponen yang esensial, tiga axis kajian. Pembedaan dari tiga hal ini menarik untuk dijadikan focus masing-masing kasus dalam analisa: manakala orang mengalami globalisasi sebagai sesuatu kekuatan luar maka dia akan melakukan resistensi atau akomodasi; apakah orang berpartisipasi dalam kreasi dan reproduksi koneksi-koneksi yang lintas dunia, apakah imaginasi orang bergerak dan atau berkontestasi dalam dimensi global. Burawoy, Michael, et al., 2000. Global Ethnography: Forces, Connections and Imaginations in a Postmodern World.California: University of California Press. h. 5.

[5] Horton, Donald. 1971. “The Interplay of Forces in the Development of a Small School System” dalam Anthropological Perspectives on Education (edit by Murray Wax et al.), New York: Basic Books, Inc, Publisher. h. 180-194.

[6] Pelto, P. J. dan Gretel H. Pelto. 1978. Anthropological Research. Cambridge: Cambridge University Press. h. 55.

[7] Marcus, George. 1998. Etnography Throught Thick and Thin, Prencenton, NJ: Pricenton University Press. h. 79.

[8] Borofsky, Robert. 1994. Assesing Cultural Anthropology, McGraw-Hill. h. 352.

[9] Ketujuh pesantren itu adalah : PP. MANSYA’UL HUDA (PMH) diasuh oleh KH. Abdulloh (sekarang diasuh oleh KH. Abu Na’im); -PP. AL-AMIN diasuh oleh KH. Ali Masyfu’ (sampai sekarang); PP. AL-ANWAR diasuh oleh KH. Maimoen Zubair (sampai sekarang); PP. AL-HIDAYAH diasuh oleh KH. Abd. Hamid Bin Ahmad (sekarang diasuh oleh K. A. Ustukhri Irsyad); PP. NURUL ANWAR diasuh oleh KH. Aufal Marom (sampai sekarang).

[10] Di luar pesantren-pesantren yang ada, terdapat sebuah lembaga yang menjadi simpul pendidikan di daerah Sarang, yaitu Madrasah Ghozaliyah Asy Syafiiyah (MGS) yang merupakan pendidikan diniyah yang menampung semua santri dari ketujuh pesantren di Karangmangu Sarangan. Sebagai Mudir ‘Am (Pemimpin Umum) adalah KH Maimun Zubair sendiri.

[11] Melacak tradisi pendidikan dan keilmuan di sekitar  pesantren Al Anwar Sarang Rembang, akan ditemukan adanya empat institusi lembaga pendidikan di daerah kampung Sarang. Berdasarkan urutan sejarah, maka keempat isntitusi itu bisa disebutkan: 1) Madrasah  Ghozaliyyah Syafi’iyyah/ MGS (berdiri 1950); 2) Pendidikan Muhadhoroh Al Anwar (1967); 3) Ma’had Aly; dan 4) Pendidikan Formal Madrasah Al Anwar II (berdiri 2003).

 

[12] Rencana StrategikPembangunan Pendidikan Islam 2010-2014. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. h. 1.

[13] Menurut KH Maimun Zubair, alasan pesantren di Sarang mempertahankan tradisi salaf adalah mengingat umat Islam di Indonesia adalah terbesar di dunia. Namun saying dari buku-buku yang beredar di Indonesia yang  ditulis dalam bahasa Arab jumlahnya sangat sedikit. Hanya model pesantren salaf inilah menurutnya menjadi salah satu jawaban ke arah sana. Wawancara tanggal 12 Juni 2010.

[14] Daftar ini merupakan lampiran undangan pertemuan Bahtsul Masail yang diiselenggarakan oleh salah satu pesantren Salaf diantara sesama anggota

[15] Hasil wawancara dengan KH Najih Maimoen, Putra KH Maimoen Zubair pada 13 Juni 2010.